Rabu, Oktober 24, 2012

Kemiskinan sebagai Media Pencitraan Politik


(Tugas Komunikasi Politik_Kompasiana_Juni 2012_Dosen: Bu Sri Pangestuti)

Gembar-gembor pengentasan kemiskinan telah sering kita dengar. Ribuan kali kalimat tersebut terlontar dari pemerintah. Dengan dalih bahwa anggaran yang ada saat ini merupakan anggaran yang pro terhadap rakyat miskin. Seperti sebuah mimpi indah yang hadir ke dalam benak setiap rakyat miskin di Indonesia khususnya.
Secara konsep memang anggaran pro rakyat miskin merupakan bagian dari kebijakan yang berpihak kepada kaum miskin dimana kebijakan tersebut merupakan tindakan politik yang bertujuan mengalokasikan hak-hak dan sumber daya kepada individu atau wilayah yang terpinggirkan. Subjek utama yang disorot dalam konsep tersebut adalah rakyat miskin.
Rakyat miskin dapat diartikan sebagai rakyat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan kesehariannya seperti makan. Mereka memiliki hak-hak dasar yang harus dipenuhi seperti pendidikan, kesehatan, pangan, lapangan pekerjaan, dan lain sebagainya. Sebagai warga negara pun mereka memiliki hak-hak politik sebagai kaum miskin, yakni akses kaum miskin berpartisipasi dalam merumuskan perencanaan dan penganggaran sehingga proses penganggaran berpihak pada mereka.
Pada kenyataannya saat ini proses penganggran dan perencanaan hanya dirumuskan oleh kaum-kaum elit politik saja. Mereka berkoar untuk mengentaskan kemiskinan demi kemajuan bangsa tapi ketika kita melihat komposisi alokasi anggraan negara (APBN) dan anggaran daerah (APBD), pada umumnya tidak berpihak kepada rakyat miskin. 60% hingga 70% anggaran dikonsumsi untuk belaja para aparatur negara (belanja rutin). Sisanya digunakan untuk belanja publik bagi masyarakat.
Miris rasanya melihat kenyataan yang ada bahwa pengentasan kemiskinan hanyalah sebuah frase yang digunakan untuk memperindah citra kaum elit politik. Nyatanya kemiskinan tetaplah ada bahkan tak berkurang.
Berbagai manipulasi proyek-proyek fisik seperti jalan, jembatan, bangunan, kantor, sekolah, dan lain sebagainya dilakukan demi memperoleh keuntungan pribadi. Contoh modus yang dilakukan adalah dengan adanya pungutan komisi tidak resmi terhadap kontraktor. Atau manipulasi dana pemeliharaan dan renovasi fisik dengan modus pemotongan dana pemeliharaan.
Banyak hal yang digunakan untuk memperoleh keuntungan besar dengan mengatasnamakan pengentasan kemiskinan demi tercapainya keuntungan besar dan akan terkesan memiliki citra positif terhadap kaum miskin. Sangat ironis kenyataan bahwa kalangan atas bersembunyi dibalik kesederhanaan kaum miskin. Tak hanya bersembunyi, rakyat miskin pun dijadikan alat agar citra mereka terlihat begitu bagus dan terkesan patut di contoh.
Hal ini seperti layaknya dramaturgi, panggung depan begitu menawan dan indah namun kenyataan yang ada di panggung belakang begitu miris dan kacau tak beraturan. Akankah ini akan terus berlanjut? Mungkinkan “pengentasan kemiskinan” menjadi nyata, bukan sekedar peningkat citra?

Followers List

Kategori

Lirik (3) Notes (2) Puisi Absurd (12) Story (8) Tugas Kuliah (7) Video (2)